
Drama Perundingan Berujung Eskalasi Tarif
Perang dagang AS-China terbaru 2025 kembali memanas setelah Presiden Amerika Serikat ke-47, Donald Trump, membuka peluang negosiasi dengan China dalam pertemuan kabinet pada Kamis, 10 April. Namun, alih-alih merespons dengan pendekatan damai, Pemerintah China justru mengumumkan kenaikan tarif balasan secara signifikan, dari 84% menjadi 125%, yang akan diberlakukan mulai Sabtu, 12 April.
Langkah China ini dinilai sebagai respons tegas terhadap tarif awal sebesar 34% yang dijatuhkan Amerika Serikat pada Rabu, 2 April lalu. Balasan tersebut memicu AS menaikkan tarif menjadi 145%, menjadikan situasi dagang antara dua ekonomi terbesar dunia ini makin tegang dan tidak menentu.
Presiden Trump mengklaim bahwa strategi tarif yang ia terapkan bertujuan mengembalikan kejayaan ekonomi Amerika. Dalam pidatonya, ia menuduh China telah mengambil terlalu banyak keuntungan dari perdagangan global, menyebabkan kerugian besar bagi Amerika Serikat dan negara-negara mitranya.
Table of Contents
Strategi Trump: Mengatur Ulang Peta Perdagangan
Trump menyebut perang dagang ini sebagai bagian dari strategi besar untuk “membuat Amerika kaya kembali.” Ia menekankan bahwa regulasi perdagangan saat ini tidak lagi menguntungkan AS dan harus dirombak total. Dalam pernyataannya, Trump menyampaikan, “Kami sedang mengatur ulang regulasi, dan saya yakin kami akan bisa bekerja sama dengan sangat baik.”
Meskipun sikapnya terlihat keras, Trump juga menunjukkan niat berdiplomasi dengan China. Ia menyampaikan bahwa dirinya memiliki rasa hormat besar terhadap Presiden Xi Jinping, bahkan menyebut Xi sebagai “teman lama.” Di saat yang sama, Trump menyiratkan harapan bahwa negosiasi damai bisa terjadi dalam waktu dekat.
“China juga ingin membuat kesepakatan, sangat ingin, tetapi mereka tidak tahu bagaimana memulainya. Kami menunggu telepon dari mereka. Itu akan terjadi!” tulis Trump dalam pernyataan resminya di media sosial.
Balasan Beijing: Tarik Ulur dan Pesan Kekuatan
Respons China atas langkah agresif AS tidak bisa dianggap remeh. Dengan menaikkan tarif menjadi 125%, Beijing mengirimkan sinyal bahwa mereka siap untuk bertarung dalam jangka panjang. Menurut laporan Bloomberg, pemerintah China tengah mempertimbangkan strategi penguatan aliansi dagang dengan negara-negara di Asia dan Eropa sebagai langkah diversifikasi pasar.
Kementerian Perdagangan China menyebut kebijakan tarif balasan ini sebagai langkah “adil dan proporsional.” Mereka juga menegaskan bahwa pintu negosiasi tetap terbuka, namun AS harus terlebih dahulu menunjukkan itikad baik dengan menghentikan kebijakan tarif sepihak.
Analis politik internasional menilai bahwa perang dagang AS-China terbaru 2025 tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga soal supremasi geopolitik. Tarik ulur kepentingan ini menjadi medan uji kekuatan strategi masing-masing negara, baik dalam hal diplomasi, ekonomi, maupun kekuatan pasar.
Dampak Global: Ketegangan Berdampak ke Ekonomi Dunia
Eskalasi tarif antara AS dan China dikhawatirkan akan menimbulkan efek domino terhadap perekonomian global. Pasar saham mengalami volatilitas tinggi setelah kabar kenaikan tarif diumumkan. Indeks-indeks utama di Wall Street sempat terkoreksi, sementara harga emas melonjak sebagai bentuk pelarian investor ke aset aman.
Banyak perusahaan multinasional, khususnya di sektor teknologi dan manufaktur, menyatakan kekhawatiran atas ketidakpastian rantai pasok. Peningkatan biaya impor dan ekspor akibat tarif tinggi diprediksi akan mengerek harga barang di pasaran, serta memperlambat pertumbuhan global.
Ekonom dari UBS Global Wealth Management menyebutkan bahwa “Perang dagang jangka panjang bisa mengurangi PDB global hingga 1 persen jika tidak segera diselesaikan dengan kesepakatan strategis yang menguntungkan kedua belah pihak.”
Peluang Negosiasi dan Jalan Tengah Diplomatik
Meskipun situasi tampak memanas, masih ada ruang untuk meredakan ketegangan. Banyak pihak mendorong agar Amerika Serikat dan China segera duduk di meja perundingan, didampingi oleh mediator internasional seperti Uni Eropa atau World Trade Organization (WTO).
Perang dagang AS-China terbaru 2025 bisa menjadi momen penting untuk membentuk ulang sistem perdagangan global yang lebih adil dan seimbang. Jika kedua negara berhasil mencapai kesepakatan, hal ini akan membawa kepastian yang sangat dibutuhkan oleh pasar keuangan dan pelaku usaha di seluruh dunia.
Namun hingga saat ini, kedua negara masih menunjukkan sikap saling menunggu. AS menginginkan China memulai komunikasi, sementara China bersikukuh bahwa AS harus terlebih dahulu menghentikan eskalasi tarif sepihak.
Masa Depan Hubungan AS-China: Ketegangan atau Kesepakatan?
Situasi ini menempatkan dunia dalam ketegangan diplomatik yang tinggi. Perang dagang AS-China terbaru 2025 mencerminkan betapa kompleks dan strategisnya hubungan antara dua negara adidaya tersebut. Dalam jangka pendek, pasar akan terus mengalami ketidakpastian, namun dalam jangka panjang, banyak pihak berharap akan lahir tatanan ekonomi baru yang lebih seimbang.
Apakah Trump dan Xi akan mampu menavigasi jalan menuju perdamaian ekonomi? Ataukah strategi masing-masing akan memperburuk konflik lebih jauh? Hanya waktu dan komunikasi efektif yang akan menjawabnya.
Yang jelas, dunia kini menyoroti dengan seksama setiap pernyataan, keputusan, dan gestur dari dua tokoh besar ini. Sebab perang dagang bukan lagi hanya tentang ekspor-impor, tapi tentang arah masa depan ekonomi global.